Metode inkubasi benih didasarkan pada perkembangan patogen. Meski metode inkubasi akan memakan waktu yang lebih lama, namun hasilnya jauh lebih baik daripada pemeriksaan tanpa inkubasi.
Pengamatan terhadap benih setelah waktu inkubasi yang ditentukan, dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
Metode kertas blotter/kertas saring/Kertas serap
Kertas ini digunakan untuk menumbuhkan patogen pada benih. Setelah waktu inkubasi selesai (5-7 hari), dilakukan pengamatan secara makroskopik terhadap karakteristik patogen yang tumbuh, yaitu dengan melihat bentuk dan warna koloni cendawan/bakteri yang tumbuh dari benih tersebut. Pemeriksaan jamur dengan metode ini paling banyak digunakan karena mudah dilaksanakan dengan biaya yang relatif lebih murah. Jamur yang terbawa benih hampir semuanya dapat diuji dengan metode ini, termasuk Alternaria spp, Botrytis spp, Colletotrichum spp, Fusarium spp, Phoma spp dan lain-lain.
Metode agar
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kertas blotter, hanya medianya yang berbeda, yaitu dengan menggunakan agar steril, yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar) Setelah waktu inkubasi selesai (5-7 hari), dilakukan pengamatan secara makroskopik terhadap karakteristik patogen yang tumbuh, yaitu dengan melihat bentuk dan warna koloni cendawan/bakteri yang tumbuh dari benih tersebut. Dibanding metode kertas blotter, metode ini memberikan kondisi yang lebih memadai untuk tumbuhnya spora, tetapi memakan biaya yang lebih banyak serta cara pengerjaan yang harus lebih hati-hati.
Pemeriksaan gejala serangan penyakit pada kecambah/lewat masa kecambah
Pada beberapa patogen terbawa benih atau seed borne, ada yang membutuhkan masa inkubasi yang lama (± 2 minggu), sehingga metode blotter atau agar tidak dapat memberikan gambaran adanya patogen. Untuk hal tersebut digunakan metode lain yaitu dengan melihat gejala serangan pada kecambah. Sebagai medianya digunakan tanah, pasir, atau batu bata, kertas hisap, tissue putih non farfum atau agar air yang sudah disterilisasi. Metode ini mulai diperkenalkan dan dikembangkan sejak tahun 1917 di Jerman oleh Hitner. Metode ini digunakan untuk melihat gejala serangan Fusarium nivale pada gandum dimana adanya cendawan tersebut tidak dapat terlihat pada saat pengujian daya berkecambah. Media yang digunakan adalah batu bata yang dihancurkan sampai berukuran 3-4 mm, lalu batu bata tersebut dibasahi dengan air steril yang cukup hingga tidak memerlukan penyiraman selama masa inkubasi. Suhu yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan cendawan tersebut adalah 10-12 derajat C. Dengan menggunakan teknik yang sama dapat pula memeriksa adanya gejala serangan Septoria dan Drechslera pada serealia, tapi suhu yang diperlukan agak lebih tinggi yaitu 20 derajat C.
Pemeriksaan pertumbuhan tanaman atau “Growing on Test”
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi penyakit benih yang sulit diketahui dengan metode kertas atau agar, atau karena memerlukan waktu inkubasi yang lama, sehingga benih harus ditumbuhkan sampai melebihi masa kecambahnya dimana kemudian baru dapat dilihat gejala penyakitnya, misalnya Lettuce mosaic virus atau penyakit karena cendawan seperti Septoria sp, Fusarium sp pada gandum atau kubis. Cara pengujian ini dapat digunakan untuk menguji benih-benih yang berasal dari luar negeri (introduksi). Biasanya benih ditumbuhkan pada media yang steril dan ditumbuhkan pada rumah kaca yang diatur suhu dan kelembabannya.
Pengujian Serologi
Yaitu uji berdasarkan reaksi biokimia, misalnya Elisa Test. Pengujian ini biasanya digunakan di negara-negara yang sudah maju karena peralatan dan bahan yang relatif mahal serta diperlukan analis yang sudah terlatih. Kelebihan pengujian ini cukup sensitif untuk mendeteksi virus, dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat.